11 Mei 2011

bayar pengobatan kangker lewat asuransi

Biaya Kanker Dapat Ditanggung Asuransi


shutterstock

     - Dibandingkan satu dekade lalu, kini banyak pengobatan kanker yang menunjukkan hasil memuaskan. Harapan hidup pasien meningkat, dan bahkan jumlah yang sembuh total pun bertambah banyak.  Akan tetapi, terapi baru pengobatan kanker membutuhkan biaya yang sangat mahal. Padahal, sebagian besar penduduk di Indonesia belum memiliki asuransi kesehatan.

    Jika dilihat biaya per orang, memang akan terasa sangat mahal, tetapi angka kejadian kanker tidak terlalu tinggi, sekitar 10 orang per 100.000 ribu penduduk. Jika biaya pengobatan itu digotong ramai-ramai oleh seluruh penduduk lewat jaminan sosial tentu b


    "Seperti pelesetan namanya, kanker yang berarti kantong kering, menderita penyakit kanker bisa membuat orang yang kaya sekalipun menjadi miskin," kata Prof. Hasbullah Thabrany, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI) yang menjadi moderator dalam diskusi Penatalaksanaan dan Pembiayaan Kanker di Indonesia yang diadakan oleh FKM-UI dan Roche di Jakarta (11/5/2011).
    Pemerintah saat ini memang sedang mempersiapkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang mencakup di dalamnya jaminan kesehatan untuk seluruh penduduk. Tetapi menurut Hasbullah, ada pihak-pihak yang menilai  penyakit kanker tidak perlu dijamin oleh jaminan kesehatan karena mahal. Padahal, dengan penerapan jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat, beban biaya pengobatan kanker sebenarnya dapat ditekan.
    "Jika dilihat biaya per orang, memang akan terasa sangat mahal, tetapi angka kejadian kanker tidak terlalu tinggi, sekitar 10 orang per 100.000 ribu penduduk. Jika biaya pengobatan itu digotong ramai-ramai oleh seluruh penduduk lewat jaminan sosial tentu bebannya menjadi ringan," katanya Hasbullah.
    Pembicara lain, Prof. Iwan Dwiprahasto, Guru Besar Farmakologi & Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, mengatakan para pengambil kebijakan perlu melakukan analisis farmakoekonomi untuk memutuskan dan menetapkan intervensi terapi yang paling masuk akal ditinjau dari aspek ekonomi, klinik dan humanistik.
    "Saat ini, pilihan pengobatan bukan hanya yang berbasis riset ilmiah tetapi juga harus dilihat sisi ekonomi dan valuenya. Alokasi biaya haruslah yang efisien dan seimbang dengan hasil yang diharapkan. Apalagi obat kanker tidak memberi hasil yang sama pada semua pasien kanker," paparnya.
    Kemajuan pesat dalam pengendalian kanker menurut Dr.Budi Hidayat, ahli ekonomi FKM-UI, membuat lonjakan biaya kanker di Amerika Serikat meningkat dari 27 miliar dollar AS di tahun 1990 menjadi 90 miliar dollar AS pada tahun 2008.
    Hal yang sama juga terjadi di tanah air. Berdasarkan data dari PT. ASKES terjadi kenaikan total pembiayaan kesehatan dari Rp 704 miliar di tahun 2007 naik menjadi Rp 1 triliun di tahun 2009.
    General manager PT ASKES regional IV Jakarta Drg. Fajriadinur menyebutkan, dari total pembiayaan kesehatan yang dilakukan PT ASKES, sekitar 25 persennya dikeluarkan untuk pengobatan kanker.
    "Kanker termasuk dalam penyakit katastropik (butuh keahilan khusus) yang dijamin oleh PT.ASKES," katanya.
    Namun menurut Budi, meski sudah dijamin ASKES saat ini pasien masih harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli obat-obatan yang tidak termasuk dalam daftar pola peresepan. "Hal tersebut diperburuk dengan ketidaktahuan pasien terhadap obat apa yang dibutuhkannya," katanya.
    Secara umum, para pembicara dalam diskusi ini sepakat bahwa mendapat pengobatan adalah hak setiap orang, meski obatnya mahal. "Apalagi divonis kanker bukan berarti kematian. Masih ada harapan hidup yang bisa dikejar," kata Hasbullah.
    Terlebih menurut dr.Asrul Harsal, Sp.PD-KHOM, pengobatan kanker lini kedua yang lebih spesifik dengan kebutuhan pasien mampu meningkatkan kualitas hidup pasien sekaligus menambah angka harapan hidup. "Dalam memilih obat tentu harus dipilih obat yang mampu membuat pasien nyaman dan mengurangi keganasan penyakitnya," katanya.
    Meski demikian, salah satu pendekatan terbaik dalam memerangi kanker adalah dengan diagnosis dini. Dalam banyak kasus, makin dini sebuah kanker dideteksi, semakin besar pula kemungkinannya untuk diobati sebelum kanker itu menyebar ke jaringan tubuh lain.
    "Penangangan kanker seharusnya menyeluruh, jangan hanya berfokus pada pengobatan, tapi juga bersifat pencegahan dan skrining, ditambah dengan perawatan paliatif untuk pasien kanker terminal," kata Budi.

    0 komentar:

    Posting Komentar